Banten, Sigap88news.com – Komisi I DPRD Lebak akhirnya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dimohonkan PABPDSI meski terkatung-katung menunggu waktu yang tepat, terkait kegiatan sosialisasi bagi perangkat desa berbayar dari APBDes, Kamis (09/01/2025).
Kegiatan tersebut berupa Peningkatan Kapasitas Kaur Keuangan oleh Lembaga Kursus dan Pelatihan Lingkar Studi Desa di Kantor Dinas PMD Kab. Bogor dengan biaya Rp 1,5 juta serta Sosialisasi Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa yang diselenggarakan oleh PT Cikal Gemilang Teknologi, dengan peserta terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Linmas, dengan biaya Rp 2,5 juta perorang, juga bertempat di Kabupaten Bogor.
RDP yang digelar Komisi I DPRD Lebak tersebut mengundang PABPDSI Lebak, DPMD, Inspektorat, APDESI, serta PT CGT, LKP LSD dan seorang yang disebut sebagai koordinator Prades. Namun tiga nama terakhir tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Ketua Komisi I DPRD Lebak Bambang saat memimpin RDP mempertegas kembali pertanyaan delegasi PABPDSI kepada inspektorat apakah boleh pin buk dari rekening kas desa untuk pembayaran kepada pihak ketiga (PT/CV) ke rekening pribadi dalam kegiatan tersebut. Rusito menjawab bahwa itu sangat berisiko tinggi.
“Saya bukan kapasitas mengatakan bahwa itu benar atau salah, namun hasil evaluasi dari ekspose yang dilakukan, kegiatan dengan cara pembayaran seperti itu beresiko tinggi,” katanya.
Pertanyaan yang diajukan oleh peserta RDP dibatasi oleh pimpinan rapat, hanya diberikan kepada 3 orang penanya dari PABPDSI, lantaran waktunya dibarengkan dengan permintaan RDP dari salah satu LSM. Padahal, para delegasi PABPDSI sudah banyak yang mempersiapkan diri untuk mendapat jawaban yang bisa dipertanggungjawabkan dalam RDP itu. Apa yang diharapkan dari hasil RDP harus dijawab sendiri dan disimpan dalam hati.
Ketua PABPDSI Lebak, Saepuloh, setelah selesai acara RDP menjelaskan bahwa pihaknya ingin membantu agar para kepala desa tidak terbebani diluar tanggung jawabnya.
“Kami BPD bukan sedang berhadap-hadapan dengan para kepala desa, tapi kami hanya ingin tahu inisiator yang membuat gagasan penganggaran tersebut, kita justru ingin memperkuat desa jangan sampai desa jadi sapi perah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Jelas banyak kejanggalan dalam kegiatan tersebut. Adanya indikasi tidak sehat untuk penganggaran dan pembayaran, juga mekanismenya sudah menabrak aturan, baik itu UU, Permendagri, Kepmendes, juga Perda, ditambah persyaratannya juga untuk pelaksana tidak jelas banyak mal administrasi,” ungkapnya.
Menurut Saepulloh, sudah kesekian kalinya pihak perusahaan tidak hadir, baik ketika audiensi dengan DPMD maupun saat ekspose yang diundang inspektorat. Kata dia, atas dasar dukungan ratusan perwakilan pengurus dan anggota dari tiap-tiap kecamatan yang ikut langsung membersamai meminta agar DPRD membuat Pansus. “Ini undangan DPRD. Harusnya mereka menghargai, bukan malah tidak hadir, makanya kami dorong agar DPRD Lebak membuat Pansus untuk lebih leluasa mengorek siapa saja yang terlibat di dalamnya dan apa motifnya. Dari hasil tadi kita juga bisa melihat ada keterlibatan pihak-pihak tertentu,” tegas Saepulloh.
“Kami harap dengan dibentuknya Pansus kita bisa mengetahui dengan terang benderang siapa aktornya, kerugian negara dipergunakan dengan asal asalan jelas pelanggaran,” tandasnya.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Lebak Bambang, SP mengatakan pihaknya sudah mendengar dan akan mempelajari persoalannya.
“Kita akan pelajari dulu dokumennya dan nantinya kita akan sampaikan pada ketua dewan untuk dirapatkan apakah perlu membuat Pansus atau tidak. Hari ini kami sudah mendapatkan gambaran awal sehingga kami bisa membahasnya,” kata Bambang. (AR_red)