Partai Politik Penyelenggara Pesta Demokrasi

Editor
108 Views
6 Min Read

Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq

Banten, Sigap88news.com – Undang-Undang Pemilu masuk Prolegnas 2025. Saya menyarankan ada 2 hal krusial yang mesti diubah. Pertama, keanggotaan Komisi Pemilihan Umum. Dan yang kedua, penggunaan Nomor Induk Kependudukan.

Saat ini, anggota KPU di tingkat Pusat, Provinsi, serta Kabupaten dan Kota, berasal dari masyarakat yang diseleksi secara berjenjang. Calon anggota KPU boleh berasal dari beragam latar belakang, kecuali anggota dan atau pengurus partai politik.

Bila calon anggota KPU RI diseleksi oleh tim seleksi, lalu dipilih oleh anggota DPR RI, maka untuk anggota KPU Provinsi serta KPU Kabupaten dan Kota, diseleksi oleh tim seleksi dan ditetapkan oleh KPU RI.

Karena KPU RI dipilih oleh anggota DPR RI, yang notabene mereka merupakan orang-orang partai politik, maka anggota KPU RI sangat kental dengan kepentingan politik. Alih-alih mereka merupakan orang-orang yang netral, malah menjadi kepanjang tanganan dari kepentingan partai politik yang memilihnya.

Dampaknya, KPU RI yang memiliki kewenangan untuk menetapkan keanggotaan KPU Provinsi serta KPU Kabupaten dan Kota, juga sangat sarat dengan kepentingan politik partai-partai politik. Akibatnya, KPU Provinsi serta KPU Kabupaten dan Kota pun dipilih secara politis.

Tak aneh bila kemudian penyelenggara Pemilu yang mestinya netral malah menjadi alat kepentingan bagi partai politik untuk meraih kemenangan. Semula dipilih untuk menjadi palawari (panitia _red) dan wasit yang netral, malah nimbrung menjadi tamu dan pemain. Persis seperti palawari cening. Ngalayanan tapi ilu ngasaan (melayani tapi ikut menikmati red).

Walaupun dalam tahap seleksi mereka melewati serangkaian test yang menguji integritas dan kompetensi, namun dalam perjalanannya banyak yang oleng akibat godaan, rayuan, bujukan, dan iming-iming peserta Pemilu dan Pilkada.

Sebagian dari mereka imannya masih tipis. Sehingga ketika ditawari sejumlah uang untuk “melakukan pengamanan”, ada yang masih bisa menjaga integritas, namun tak sedikit yang lupa dengan ikrar yang lantang mereka teriakan saat dilantik, bahwa “akan bersikap netral dan profesional”.

Akibatnya, pesta demokrasi yang diharapkan bisa terselenggara secara baik dan bermartabat, malah ternoda oleh ulah penyelenggara itu sendiri. Penyelenggara yang berasal dari unsur bukan partai politik ini malah berpolitik praktis.

Oleh karena itu, mumpung UU Pemilu masuk Prolegnas 2025 yang memungkinkan adanya perubahan, maka saya menyarankan salah satu yang mesti diubah adalah unsur keanggotaan KPU di setiap tingkatan.

Usulannya adalah calon anggota KPU merupakan perwakilan dari tiap partai politik peserta Pemilu dan Pilkada. Persis seperti perhelatan Pemilu pada tahun 1999. Pada saat itu keanggotaan KPU berasal dari para utusan partai politik.

Skemanya, jumlah anggota KPU RI sebanyak jumlah partai politik peserta Pemilu. Masing-masing partai politik mengutus 1 orang untuk menjadi anggota KPU RI. Begitu pula dengan keanggotaan KPU di tingkat daerah.

Jumlah anggota KPU daerah sejumlah partai politik peserta Pemilu dan Pilkada di daerah tersebut. Artinya, jumlah anggota KPU daerah boleh jadi tidak persis sama dengan jumlah anggota KPU RI. Banyaknya anggota KPU daerah tergantung pada banyaknya peserta Pemilu dan Pilkada di masing-masing daerah.

Bila ada kekhawatiran bahwa kalau anggota KPU terdiri dari utusan partai politik, maka bukankah masing-masing dari mereka akan bersikap menguntungkan bagi partai politik yang mengutusnya? Nah, memang disitulah tujuannya.

Tetapi di sisi lain, selain masing-masing menjadi “agen parpol” untuk mengamankan dan memenangkan parpolnya, mereka juga akan menjadi saksi bagi yang lain. Masing-masing anggota akan melakukan pengawasan terhadap yang lain. Mereka akan saling mengawasi.

Dengan begitu, tidak akan ada lagi partai politik yang berupaya untuk membujuk, menggoda, merayu, dan mengiming-imingi penyelenggara Pemilu dan Pilkada, tersebab masing-masing anggota KPU akan sibuk dan fokus bagi kepentingan parpolnya masing-masing.

Apakah memungkinkan bila keanggotaan KPU berasal dari parpol menjadi sebuah lembaga yang bekerja secara kolektif kolegial? Apakah mereka bisa mencapai keputusan yang disepakati bersama padahal berasal dari parpol yang berbeda-beda?

Ya bisa. Atas sebuah objek yang menghajatkan sebuah keputusan, bisa dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat dan voting. Bila mekanisme musyawarah mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan cara voting.

Seperti misalnya untuk memilih calon ketua KPU. Maka seluruh anggota KPU berhak dipilih dan berhak memilih. Memilih dengan cara musyawarah, juga memilih dengan cara voting. Hal yang sama juga dilakukan dalam setiap pengambilan keputusan lainnya.

Kelebihan dari anggota KPU yang terdiri dari perwakilan parpol dibanding KPU hasil seleksi adalah mereka relatif tidak akan bisa diintervinsi oleh pihak lain karena selain mereka adalah utusan parpol tertentu yang kecil kemungkinan akan berpihak kepada parpol lain, mereka tidak bisa “diborong” oleh pihak lain yang berkepentingan.

Pihak lain akan berpikir ulang manakala mereka berniat menggunakan penyelenggara sebagai kepanjang-tanganan mereka. Sementara anggota KPU hasil seleksi seperti yang ada sekarang yang diyakini bukan orang parpol dan karenanya seolah-olah netral itu, malah bisa dipengaruhi dengan mudah.

Pemilu dan Pilkada 2024 buktinya. Walau tidak semua, ada beberapa diantara penyelenggara Pemilu dan Pilkada yang nakal; menjadi bagian dari kepentingan peserta Pemilu dan Pilkada. Mereka mau “melacurkan diri” karena ada sejumlah transaksi. Ironi kan?

Anggota KPU yang berasal dari parpol, mereka akan berperan ganda; bekerja maksimal untuk kepentingan parpolnya, dan sejatinya itulah tugas utama sebagai utusan, juga sebagai pengawas atau mata-mata atas kinerja bahkan tindak-tanduk anggota KPU lainnya. Masing-masing anggota KPU bisa saling menjadi pengawas bagi yang lainnya.

Tangerang, Senin, 9 Desember 2024
Penulis adalah Pegiat Demokrasi dan Pemilu / Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (Fordiska Libas)

TAGGED: ,
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *