Paslon JIMAD SAKTEH Sempatkan Diri Ziarah ke Makam Bangsa Cara di Pulau Mandangin

Editor
269 Views
6 Min Read

Sampang, sigap88news.com – Pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Sampang nomor urut 02, H Slamet Junaidi dan Ra Mahfud selain menyerap aspirasi masyarakat, mereka juga mampir ziarah ke makam Bangsacara dan Ragapadmi.

Kisah keduanya, Bangsacara dan Ragapadmi serta kedua anjingnya ini memiliki kisah yang menarik untuk dibaca dan di dengar, karena ada berbagai kisah yang menimpa keduanya.

Dirangkum dari berbagai sumber, kisah tersebut bermula dari sebuah kerajaan di daerah Sampang bernama kerajaan Pacangan, hiduplah seorang raja bernama raja Bidarba (baca; Bidherbhe).

Sang raja baik hati itu hidup dengan 7 orang putri yang cantik-cantik layaknya putri kerajaan lainnya. Sayang, putri ketujuh raja, yang bernama Ragapadmi (Raghe padmi) berbeda sendiri. Ia menderita sakit yang berkepanjangan. Ia sakit cacar parah dan lukanya menyerbak bau tidak enak. Putri yang sakit telah membuat nama kerajaan tercoreng.

Raja Bidharba mempunyai seorang perdana menteri yang sifatnya berkebalikan dengan sifat baiknya. Namanya adalah Bangsa Pate (Baca; Bhengsapate). Sifat dengkinya membuatnya selalu ingin menyingkirkan orang-orang yang dekat dan dipercayai Raja.

Salah satu musuhnya adalah Bangsacara (Baca; Bhengsacara). Lelaki ini adalah kaki tangan terdekat raja. Sifat penyayang dan jujurnya membuat raja selalu memberikan tugas-tugas penting padanya. Kepercayaan ini dicemburui oleh Bangsapate karena ia tidak ingin ada satu orangpun yang lebih dekat dengan raja selain dirinya.

Dengan akal bulusnya, ia kemudian menemukan trik untuk menyingkirkan Bangsacara. Ia lalu mendatangi sang Raja dan melaksanakan tipu dayanya.

Ia mengusulkan pada Raja untuk menyuruh Bangsacara merawat Ragapadmi. Awalnya Raja tidak mempertimbangkan hal tersebut. Tetapi, dengan bujuk rayu Bangsa Pate, raja kemudian memanggil Bangsacara. Raja memerintahkannya untuk membawa Ragapadmi ke desanya. Bangsacara menyetujui perintah Raja dengan hati ikhlas.

Dengan hati yang tulus, Bangsacara membawa Ragapadmi yang tengah sakit parah ke desanya. Disanalah kemudian, ibunda Bangsacara merawat Ragapadmi dengan penuh cinta.

Luka-luka yang diderita Ragapadmi diobati dengan daun-daunan yang telah diolah sedemikian rupa. Dengan sangat hati-hati, ibunda Bangsacara merawat Din Ajju (Raden Ayu) sampai ragapadmi sembuh.

Berbulan-bulan setelahnya, saat Bangsacar kembali dari tempatnya bekerja, ia tertegun melihat kecantikan Ragapadmi. Ia langsung jatuh cinta pada pandangan yang pertama. Tetapi, Bangsacara sadar betul bahwa ia hanya abdi kerajaan. Sangat tidak mungkin ia jatuh cinta pada tuannya. Maka, Bangacara memintanya kembali kepada ayahandanya.

Namun, Ragapadmi menolak permintaan Bangsacara karena ia juga mulai jatuh hati padanya. Bangsacara yang awalnya tak bersedia, kemudian melunak dan menerima permintaan Ragapadmi. Ia kemudian membina hubungan yang lebih jauh dengan sang putri dan tak pernah kembali ke Kerajaan.

Sang Raja, mulai menaruh curiga kepada Bangsacara yang tak kunjung kembali. Ia kemudian mengutus Bangsa Pate untuk memeriksa kerumahnya di desa. Menerima perintah ini, Bangsa Pate langsung menuju kerumah Bangsacara bersama beberapa orang prajurit.

Diketahuilah bahaw ternyata Bangsacara telah menikah dengan Ragapadmi dan hidup bahagia. Mengetahui tentang hal tersebut, timbul niat jahat dalam benak Bangsa Pate. Ia kembali ke Istana dan melaporkan semua yang ia lihat kepada Raja Bidarba.

Raja Bidarba yang dirundung sedih kemudian memerintahkan Bangsa Pate untuk mengembalikan Ragapadmi ke kerajaan bagaimanapun caranya.

Akal licik Bangsa Pate mulai bergerak dan ia punya jurus ampuh untuk memisahkan Ragapadmi dari Bangsacara.

Ia datang kerumah Bangsacara dan berpura-pura diutus raja. Ia mengatakan pada Bangsacara bahwa Raja memintanya untuk memburu 300 ekor kijang untuk perayaan. Dengan sifat patuhnya, tanpa banyak bertanya, ia kemudian pamit pada Ragapadmi untuk berangkat memburu kijang di Pulau Mandangin.

Dengan berat hati, sang istri mengizinkan. Bangsacara berangkat disertai kedua anjingnya Tandhu’ dan Caplo’. Kedua anjing yang setia menemaninya selama ini.

Mereka pun memburu kijang sesuai jumlah yang telah diminta oleh Raja. Namun, saat jumlah kijang sudah mendekati tiga ratus, Bangsa Pate datang bersama prajurit dan menusuk Bangsacara dengan kerisnya.

Bangsacara kemudian meninggal di pulau kambing. Kedua anjing yang sangat loyal pada majikannya kemudian berlari dan merenangi lautan kembali ke Ragapadmi. Seolah ingin memberi tahu tentang kejadian itu, mereka melolong sekeras-kerasnya hingga Ragapadmi mengikuti langkah anjing tersebut. Mereka bertiga kembali merenangi lautan menuju Pulau Kambing.

Sambil kelelahan, Ragapadmi menangisi mayat suaminya dan bersimpuh memeluknya. Ia seperti tak rela ditinggal sang suami yang telah dengan baik merawatnya. Ragapadmi pun kemudian mengambil keris yang tertancap di dada suaminya dan menusukkannya kebadannya sendiri.

Ia kemudian juga meninggal. Kedua anjing pun menghampiri tubuh sang majikan. Sambil melolong-lolong, kedua anjing setia menunggui jenazah sang majikan. Hingga berhari-hari tanpa makan apapun, kedua anjing juga ikut meninggal.

Suatu hari, seorang nakhoda kapal yang juga seorang saudagar menepikan kapalnya di pulau Mandangin. Terkejut dengan jazat yang ia temukan, ia lalu memerintahkan pasukannya untuk mengubur dengan baik jenazah tersebut.

Dalam perjalanan lanjutannya ke Kerajaan Pacangan, sang Saudagar lalu bercerita kepada sang raja tentang mayat yang telah ia kubur. Betapa terkejutnya sang raja bahwa mayat-mayat itu adalah putri dan orang kepercayaannya.
Ia kemudian menyadari kesalahannya.

Begitulah tadi cerita tentang Bangsacara dan ragapadmi yang sangat tragis. Tak heran jika sampai saat ini, kisah mereka masih lekat dengan masyarakat pulau Mandangin dan sampai sekarang masih banyak yang berziarah, tak terkecuali H Slamet Junaidi dan Lora Mahfud atau yang dikenal dengan pasangan JIMAD SAKTEH.

Saat menuju lokasi kuburan tersebut, Aba Idi dikerumuni masyarakat mandangin dan mengajak foto bersama, bahkan berteriak keras Aba Idi dua periode. Hal tersebut membuktikan bahwa kecintaan masyarakat Mandangin kepada Aba Idi sangat tinggi. (Ari)

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *