Masyarakat Boleh Melarang Eks Napi Tipikor Maju Pilkada

Editor
235 Views
3 Min Read

Oleh : Dana Hardiansyah, Aktivis ’98

Banten, Sigap88news.com – Mengenai eks napi Tipikor yang mencalonkan diri di Pilkada, Pasal 4 ayat (1) huruf g Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (“Peraturan KPU 18/2019”) mengatur khusus sebagai berikut:

“Bagi Mantan Terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaannya, secara kumulatif, wajib memenuhi syarat secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang”.

Dokumen-dokumen persyaratan yang wajib diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (“KPU”) provinsi atau KPU kabupaten/kota antara lain adalah sebagai berikut:
1. Surat dari pemimpin redaksi media massa lokal atau nasional yang menerangkan bahwa bakal calon telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik sebagai eks napi dengan disertai buktinya;
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bakal calon yang bersangkutan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang;
3. Surat keterangan telah selesai menjalani pidana penjara dari kepala lembaga permasyarakatan;
4. Surat keterangan telah selesai menjalani pembebasan bersyarat, cuti bersyarat atau cuti menjelang bebas dari kepala lembaga pemasyarakatan, dalam hal bakal calon mendapat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat atau cuti menjelang bebas; dan
5. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

Akan tetapi, untuk pendidikan publik bahwa pemberantasan korupsi itu penting dan menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah itu merupakan jabatan yang memiliki fungsi keteladanan, maka seorang eks napi Tipikor yang ingin maju mencalonkan diri menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah wajib diberikan jeda waktu, seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016.

Yang penting, yang bersangkutan mengumumkan secara transparan mengatakan/mengakui bahwa ia adalah eks napi Tipikor.

Bentuk Penolakan yang Dapat Dilakukan Masyarakat
Bentuk larangan/penolakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat adalah:
Tidak memilih kepala daerah/wakil kepala daerah yang bersangkutan; atau
Menyuarakan protes/mengungkapkan pendapatnya.

Tak hanya yang bersangkutan sendiri yang mengaku dan mengungkapkan ke publik secara transparan bahwa dia adalah eks napi Tipikor, ada pula peran Komisi Pemilihan Umum (“KPU”) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara Pilkada untuk turut memantaunya dengan mempublikasikan latar belakang eks napi Tipikor yang mencalonkan diri dalam Pilkada tersebut.

Kewajiban KPU ini tertuang dalam Pasal 103A Peraturan KPU 18/2019 yang berbunyi:

Dalam hal terdapat Calon Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, Wakil Wali Kota yang berstatus sebagai terpidana atas tindak pidana kealpaan atau alasan politik dan Mantan Terpidana, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota wajib mengumumkan dalam laman dan/atau akun resmi media sosial KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota.

Masyarakat pun boleh menilai kerja KPU dalam hal ini agar tetap turut berpartisipasi dalam memantau transparansi dan performa KPU. (AR_red)

TAGGED:
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *