Penulis : IMAM GHAZALI, S.Pd,M.M.Pd
Indonesia Teladan Moderasi Beragama Bagi Dunia
Istilah moderasi/moderat dipakai di berbagai negara cenderung dimaknai berdasarkan persepektif budaya setempat yang mana budaya tersebut belum tentu selaras dengan budaya/nilai-nilai di negara lain. Moderasi (wasathiyah) yang dimaksud disini perpaduan dari pola pikir, sikap dan tindakan dalam kehidupan bersama menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal (kepentingan bersama, kesetaraan, keadilan dan keseimbangan) sejalan dengan budaya utama leluhur nusantara Bhinneka Tunggal Ika, semangat sumpah pemuda, ajarankasih sayang dalam agama dan komitmen kebangsaan. Nilai kemanusiaan universal yang dimaksud Sekjen PBB, Antonio Gutteres, menganjurkan semua bangsa dan negara di dunia agar mengadopsi konsep yang sejalan dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Toleransi (Moderasi Beragama) Sudah Mengakar Kuat Di Bumi Nusantara
Indonesia mampu membuktikan diri memelihara kerukunan ratusan suku bangsa melalui beragam pendekatan yaitu pendidikan, kebudayaan/kearifan lokal, aturan adat dan pemerintah (FKUB, Trilogi kerukunan umat beragama, dan lainnya). Adapun di negara tetangga terus bergejolak perang antar suku padahal hanya ada 2 suku di negara tersebut. Sukarno telah membuktikan kepada Tito (Presiden Yugoslavia) bahwa Pancasila sebagai way of life mampu menjaga keutuhan NKRI hidup rukun dan sementara negara Yugoslavia sudah runtuh walaupun sebelumnya Tito menjamin dengan adanya tentara yang tangguh. Bahkan Presiden Sukarno dengan bangganya menyampaikan di sidang umum PBB tentang Pancasila sambil mengutip ayat suci Al-Qur’an surat Al- Hujurat ayat 13 bahwa manusia diciptakan beragam suku bangsa untuk saling mengenal satu sama lain dan saling berbuat baik (toleransi dan berkolaborasi) dan bukan untuk saling menindas/menjajah. Nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ikan yang ditanamkan dalam gerakan dan ormas masyarakat kala itu mampu melahirkan generasi emas 1928 ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda yang mempunyai kebulatan tekad bersatu dalam keberagaman berkolaborasi memperjuangkan kemerdekaan RI dan tidak bisa lagi diadu domba, devide et impera, atas sentimen SARA. Penculikan Sukarno oleh sekelompok pemuda untuk bermusyawarah dengan Sukarno agar segera diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia sesuai keinginan kelompok pemuda bisa meyakinkan Sukarno (yang mewakili golongan tua semula cenderung menunggu waktu kemerdekaan yang akan ditentukan Jepang) menghormati (toleransi) pada pendapat para pemuda pentingnya kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Kisah beberapa raja Hindu/Budha kerajaan nusantara mempersilahkan muballigh Muslim berdakwah bil hikmah melalui pendekatan humanisme, kebudayaan dan perdagangan (pelayanan prima dan kejujuran dalam berdagang), dan kisah tegaknya keadilan ratu Sima (tidak ada toleransi keringanan hukuman khusus bagi anggota kerajaan pelanggar aturan; pencuri, koruptor, pengacau dan lainnya) menunjukkan bahwa toleransi dalam keberagaman dilaksanakan dengan baik oleh beragam penganut agama dan kepercayaan sejak dahulu sebelum terbentuknya NKRI.
Perintah Toleransi (Saling Menghormati) Sejak Manusia Diciptakan Dan Risalah Para Nabi
Mewujudkan ajaran agama atau suatu keyakinan (paham aliran kepercayaan, paham komunis, paham sekuler, dan lainnya) baru bisa dikatakan baik bila ditandai dengan: 1) menegakkan keadilan, kesetaraan, keseimbangan dan heterogenitas kudroti (fitrah tercipta sebagai lelaki/perempuan/suku bangsa tertentu, ragam pendapat dan lain-lain), 2) kemampuan membangun kehidupan harmonis dan kolaboratif, dan 3) mentaati aturan yang berlaku di masyarakat kapanpun dan dimanapun. Agama atau keyakinan komunitas tidak boleh dijadikan alat untuk kepentingan pribadi atau pihak tertentu yang menyebabkan bersikap dan bertindak kurang baik pada orang/pihak lain. Dalam mengamalkan agama/keyakinan dengan carayang benar dan seimbang serta tidak ghuluw (berlebihan) juga tidak tasahul (meremehkan). Seseorang yang masih punya tanggungjawab keluarga/masyarakat harus bisa mengelola waktu berbagi secara seimbang antara pemenuhan pribadi dan tanggungjawabnya pada keluarga/masyarakat. Ada beberapa hadits nabi yang menginspirasi agar tidak hanya fokus meningkatkan keshalihan individu (rajin shalat, puasa dan lain-lain) tapi juga perlu dalam keshalihan sosial seperti: “khairukum anfa’uhum linnas” (sebaik baik kamu adalah yang paling bermanfaat pada manusia lainnya (muslim/non-muslim)), “man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir falyukrim jaarahu/dhaifahu” (barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya (muslim/non-muslim) / tamunya (muslim/non muslim), “innama bu’istu liutammima makarimal akhlak” (sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak), dan pada Al-Qur’an surat Al Maidah ayat 32 dijelaskan bilamana membunuh seseorang (tidak sesuai aturan) maka ibarat membunuh seluruh manusia di muka bumi. Pada ayat yang lain bahkan juga dijelaskan bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan dengan kata lain fitnah jauh lebih kejam dari membunuh seluruh manusi di permukaan bumi. Nabi Ibrahim pernah dibimbing langsung oleh Allah agar memberi hidangan pada sekelompok musafir musyrik yang sempat mampir ke rumah nabi Ibrahim untuk minta sekedar hidangan pelepas dahaga dan lapar, nabi Ibrahim sempat enggan karena mereka musyrik, kemudian berubah menyambut dengan baik melayani segala kebutuhan. Pada peristiwa perintah seluruh malaikat untuk memberi penghormatanbersujud pada Nabi Adam yang kelak akan mempunyai keturunan makhluk termulia, semua patuh dan hanya Iblis yang berbuat intoleran pada aturan/ketentuan Allah. Dengan demikian benih pembelajaran toleransi/moderasi beragama ada sejak pertama kali manusia diciptakan dilanjutkan pada masa semua nabi.
Strategi Gerakan Moderasi Beragama
Gerakan Moderasi Beragama (GMB) akan dipengaruhi oleh 3 faktor utama; 1. Keteladanan dari penggerak moderasi beragama, 2.Hal penyampaiannya, dan 3. Dukungan pemerintah dan masyarakat.Faktor pertama, yaitu keteladanan penggerak moderasi beragama akandisoroti masyarakat dalam berbagai aspeknya di lingkungan keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Satu saja berbuat sesuatu yang kurang baik menurut pandangan masyarakat dan ada yang memviralkan maka bisa menyulut image negatif masyarakat tentang moderasi beragama. Hal ini tambah fatal bila menggeralisir pada semua penggerak moderasi beragama, ibarat nila setitik merusak susu sebelanga. Sebagai contoh, kasus tokoh pesantren AZ Zaitun Indramayu yang mengumumkan diri sebagai pesantren toleransi, kenyataannya pimpinannya penuh kontroversial. Juga merupakan keteladanan bahwa penggerak moderasi harus betul-betul menguasai konsep, metode penyampaian dan penuh kehati-hatian niat dalam menyampaikan, bukan sekedar motivasi ‘ketenaran’, menjadikan sebagai pekerjaan, atau persaingan tidak sehat antar penggerak moderasi.
Faktor kedua, yaitu hal-hal berkaitan penyampaian tentu tidak lepas dari persiapan, pelaksanaan, evaluasi, pendekatan, metode, teknik, bahan, dan alat. Pada saat ini harus disampaikan secara terstruktur, sistematis dan masif secara kontinu. Gerakan radikalisme/intoleran secara massif menggunakan media medsos maka harus diatasi dengan gerakan masif lewat beragam medsos yang lebih kuat dan sangat menarik bagi semua lapisan masyarakat (anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, dan beragam profesi masyarakat).
Faktor ketiga, yaitu berkaitan dukungan penuh oleh pemerintah dan masyarakat. Semua tokoh pemerintahan pusat sampai daerah, menjadi teladan dan penuh empati pada semua kalangan masyarakat.Bagi pejabat politik harus bersikap moderat menjadi pemimpin yang adil tidak tebang pilih hanya bagi pendukungnya saja. Beragam organisasi profesi juga perlu diperhatikan oleh pemerintah dengan pelatihan secara kontinu bagi kader penggerak moderasi beragama, termasuk wartawan yang sangat strategis mempengaruhi dan membentuk opini masyarakat.
Prof. Dr. Said Aqil Siraj saat menjabat sebagai Ketum PBNU dan Wantimpres pernah sampaikan penilaiannya tentang upaya mewujudkan sila ke 5 Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” masih sangat jauh dari harapan. Pemerintah harus selalu dinamis dan kreatif (tathawwur wal ibtikar) serta sungguh sungguh mengupayakan kesejahteraan merata bagi segenap lapisan masyarakat. Keadilan kesempatan yang sama (musawa) mengelola kekayaan alam secara bijak agar tidak terjadi menganak emaskan pengusaha kakap/asing, tegaknya keadilan (‘adl) sehingga hukuman betul-betul mengatasi atau mencegah korupsi utamanya dengan nilai milyaran/triliunan dan berefek jera bagi pelaku. Sebagian ahli mengatakan bahwa tindakan terorisme, radikalisme, dan pemberontakan bukan hanya faktor ekstrim dogmatis agama tetapi juga bisa dipicu karena rendahnya kesejahteraan atau tidak tegaknya keadilan (‘adl). Pintu musyawarah (Syura) senantiasa terbuka sehingga tercapai pembagian hasil yang proporsional dan seimbang (tawazun) antara pemerintah pusat dan daerah demi terwujudnya pemerataan kesejahteraan rakyat.
Bertepan dengan Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April, maka kita harus menjaga kelestarian lingkungan /keseimbangan (at-tawazun) alam, tentu ini menjadi tanggungjawab bersama khususnya pemerintah untuk menertibkan dengan pengawasan yang optimal pada penambahan yang berakibat pada pengrusakan alam. semisal pemangkasan banyak bukit, penambahan pasir dan lainnya sebelum terjadinya efek kerurigan/bencana besar. Perbaikan (Islah) berupa penghijauan dan upaya lainnya perlu jadi kegiatan rutin bersama dan kontinu. Oleh karena itu. perilaku dan sikap yang memancarkan nilai-nilai moderasi akan membawa kehidupan Adil dan Makmur.
IMAM GHAZALI, S.Pd,M.M.Pd
1. Dewan Pakar Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia Kab. Sampang
2. Instruktur Nasional GTK
3. Trainer Nasional Moderasi Beragama
4. Trainer Nasional Pemantapan Wawasan Kebangsaan (Alumni Pusdiklat Lemhannas RI)
5. Kader Bela Negara (Alumni Pusdiklat Kemenhan RI)