*) Imam Sanusi, M.Pd.
Pasca Prabowo-Gibran dideklarasikan dan didaftarkan sebagai Pacabapres KIM, ketegangan, kebingungan dan kebimbangan mulai menggelayut di Pacabaprer Ganjar-Mahfud dan PDI-P sebagai pengusung utama. Pacabapres Ganjar-Mahfud yang dicalonkan PDI-P dan didukung Presiden Jokowi secara perlahan mulai dibiarkan terbang sendiri. Langkah politik Jokowi menjauh dari PDI-P mengagetkan banyak pihak.
PDI-P sebagai pengusung dan Ganjar-Mahfud sebagai Bacapres yang diusung sempat jumawa, karena merasa akan didukung kekuatan besar yaitu Presiden Jokowi beserta perangkat pemerintah di bawah Presiden Jokowi. Keadaan mulai berbalik sejak Kaesang Pangareb putra bungsu Presiden Jokowi menjadi Ketua Umum PSI dan Gibran sebagai Bacabapres Prabowo.
Bacapres Ganjar-Mahfud yang semula gagah-gempita menyatakan sebagai Bacapres yang akan menjadi kelanjutan Jokowi mulai bingung. Akan terus menyatakan sebagai kelanjutan Jokowi ternyata Bacapres Ganjar-Mahfud tidak didukung Jokowi, sebaliknya akan menyatakan pembenahan dari Jokowi, pembenahan identik dengan perubahan sudah diklaim milik AMIN. Pusing deh … .
Sejak Jokowi mulai tidak mendukung Bacapres Ganjar-Mahfud, pasangan ini harus berjuang dengan dayanya sendiri menghadapi kontestasi Pilpres 2024. PDI-P sebagai pengusung utama Bacapres Ganjar-Mahfud baru menyadari bahwa dukungan yang selama ini ditunjukkan Jokowi merupakan pepesan kosong. PDI-P juga baru menyadari bahwa dukungan yang ditampakkan pada Bacapres Ganjar-Mahfud merupakan taktik Jokowi mengulur waktu menunggu terbukanya pintu bagi Gibran menjadi Bacawapres melalui keputusan Mahkaman Konstitusi.
Melalui Keputusan Kontitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Kostitusi sukses membuka peluang Gibran sang keponakan untuk Nyawapres bersama Prabowo. Deklarasi pasangan Prabowo-Gibran ternyata pertanda awan kelabu bagi Ganjar-Mahfud dan PDI-P, karena dukungan yang diharapkan dari Presiden Jokowi mulai sirna. Bak falsafah hidup, sekejam-kejamnya Singa tidak ada Singa yang akan memakan anaknya sendiri, maka bisa dipastikan Jokowi akan memilih mendukung Pacapres Prabowo-Gibran dari pada Pacapres Ganjar-Mahfud.
Menyadari Pacapres Ganjar-Mahfud sudah ditinggal Presiden Jokowi, kini Ganjar dan beberapa elite PDI-P mulai menyerang Presiden Jokowi. Dalam suatu diskusi Ganjar memberi nilai 5 untuk penegakan hukum pada Jokowi, sedangkan Hasto Kristiyanto Sekjen PDI-P menyatakan partainya dan beberapa Ketua Umum Parpol dalam tekanan. Pernyataan Ganjar dibantah oleh Mahfud MD sebagai Menkomenkumham dan Puan Maharani sebagai Ketua DPP PDI-P dan Ketua DPR.
Bantah-bantahan antara Ganjar dan Hasto dengan Mahfud MD dan Puan Maharani, secara implisit menunjukkan kepanikan pada Capres Ganjar dan PDI-P sebagai pengusung. Kepanikan Ganjar dan PDI-P semakin menguat ditambah dengan patroli kemanan ke Kantor DPC PDI-P Solo dan penurunan baliho bergambar Ganjar dibeberapa daerah. Mungkin Oktober kelabu sama sekali tidak terpikir oleh PDI-P akan terjadi menjelang Pilpres 2024. Ganjar dan PDI-P yang semula yakin akan menang satu putaran dengan mudah dalam Pilpres 2024 ternyata harus berjibaku untuk menang.
Ganjar yang dalam Pilgub Jawa Tengah menang dengan mudah karena didukung kekuatan besar, dalam Pilpres 2024 harus berjuang bersama Parpol pengusung, Tim Sukses dan Relawan. Kepanikan Ganjar dan PDI-P semakin keujung semakin Nampak, karena hampir semua lembaga survey menyajikan data kenaikan elektabilitas Prabowo-Gibran dan Anis-Muhaimin, tetapi elektabilitas Ganjar-Mahfud menurun. Bahkan di Jawa Tengah sebagai kandang PDI-P dan Ganjar pernah menjabat sebagai Gubernur dua preode elektabilitas Ganjar juga turun.
Fenomina kenaikan elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran dan Anis-Muhaimin dan penurunan elektabilitas pasangan Ganjar-Mahfud menarik untuk dicermati menjelang masa kampanye Pilpres 2024. Masing-masing pasangan beserta Tim Sukses dan Relawannya punya kesempatan untuk introspeksi diri dan mencari jalan keluar untuk memperbaiki elektabilitasnya masing-masing. Bravo untuk AMIN, GAMA dan PRAKA.