Penulis : Imam Sanusi, M.Pd.
Politik dua kaki sedang dan akan terus dilakukan oleh Jokowi menjelang Pilpres 2024. Politik dua kaki ini dilakukan Joko Widodo dengan tujuan memastikan kemanan diri dan keluarga setelah lengser sebagai Presiden tanggal 20 Oktober 2024. Mungkin Joko Widodo banyak belajar dari pengalaman SBY yang waktu menjabat di awe-awe, setelah lengser diserang habis-habisan oleh lawan politik dan mantan orang kepercayaannya (Moeldoko) yang pernah menjadi Panglima TNI masa Presisden SBY.
Kesan setelah tidak menjabat orang akan melupakan kebaikan yang pernah dilakukan dan lebih mengingat kekurangan. Kegalauan Joko Widodo menjelang masa purna sebagai Presiden mungkin mewarnai sikap politik Jokowi menghadapi Pilpres 2024. Jika selama berkuasa Jokowi banyak menerima privilege sebagai Presiden, setelah tanggal 20 Oktober 2024, privilege yang biasa diterima akan jauh berkurang dan awe-awe sudah tidak ada lagi, pebajat atau orang terdekatpun akan menjauh dan cuek. Rupanya inilah yang menghantui Joko Widodo menjelang lenser dan banyak mewarnai sikap politiknya.
Dengan demikian wajar jika yang semula Joko Widodo dikenal politikus yang santun, lugu, dan patuh kepada hukum berubah menjadi politikus yang berantakan, aneh, dan rumet.
Akhir-akhir ini ada kesan prilaku politik Joko Widodo kerap menyikut lawan politik dan membingungkan kawan politik. Tahun pertama sampai dengan tahun ketiga kawan dipeluk dan lawan dirangkul, tetapi pada tahun keempat menuju kelima terkesan kawan dipeluk, lawan ditendang. Perubahan perilaku terhadap lawan politik bisa jadi untuk menunjukkan kekuasaan karena kuatir kawan mulai menjauh atau semacam memberikan peringatan pada kawan atau lawan untuk tetap tunduk dan hormat.
Tidak ada yang menyangka menjelang Pilpres 2024, Joko Widodo akan berhadapan dengan Magawati Sukarno Putri dalam memberikan dukungan terhadap kandidat Bacapres. PDI-P yang menetapkan Ganjar Pranowo sebagai Bacapres dan Presiden Joko Widodo sudah menunjukkan dukungannya, ternyata Joko Widodo mendorong Prabowo Subianto sebagai Bacapres dari Gerindra. Joko Widodo yang didukung Projo pada Pilpres 2019, pada Pilpres 2024 Projo mendeklrasikan dukungan pada Prabowo Subianto.
Kaesang Pangareb yang berasal dari keluarga PDI-P secara mengejutkan bergabung dan menjadi Ketua Umum PSI, padahal dalam AD/ART PDI-P tidak boleh dalam satu keluarga berbeda pilihan politik. Mahkamah Konstitusi yang menyidangkan gugatan batas usia Capres dan Cawapres tidak mengabulkan batas minimal usia Capres dan Cawapres tetapi menambah frase “… atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Panambahan frase “… atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” diduga kuat ada campur tangan Joko Widodo untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka menjadi Bacapres atau Bacawapres. Dampaknya dalam wawancana di Metro TV Kapitra Ampera dari PDI-P ribut dengan Khobiburrahman dari Gerindra, untung wawancaranya daring, andaikan offline … ?.
Pemberian dukungan Projo pada Prabowo Subianto, Kaesang Pangareb bergabung ke PSI, dan perubahan persyaratan Capres dan Cawapres diduga ada campur tangan Joko Widodo dan dimungkinkan merupakan bentuk perlawanan terhadap Megawati Sukarno Putri. Adakah perilaku politik Joko Widodo ini didasari oleh keinginan menunjukkan eksistensi diri atau sebagai simbol keinginan melepaskan diri dari bayang-bayang Megawati Sukarno Putri ataukah sebatas untuk mendapat pengakuan bahwa pada akhir tahun kepemimpinan masih berkuasa.
Dasar tiga perilaku politik Joko Widodo kemungkinan akan terjawab pada akhir masa pendaftaran Pilpres 2024 tanggal 25 Oktober 2023 dengan memperhatikan tiga indikator : 1) apakah Gibran Rakabuming Raka menjadi Bacapres atau Bacawapres atau tidak ?, 2) jika Gibran Rakabuming Raka menjadi Bacapres atau Bacawapres bersama siapa, koalisi apa dan dari partai apa ?, dan 3) PSI mendukung Bacapres siapa atau koalisi apa ?. Dengan tiga indikator ini maka dasar perilaku politik Joko Widodo bisa ditebak dan tujuan perilaku politik Joko Widodo bisa diketahui. Sebelum tanggal 25 Oktober 2023 semua perilaku politik Joko Widodo masih akan menjadi teka-teki, multi tafsir, serba mungkin dan penuh misteri.