NU Yang Terbelah

Moh Yusuf
548 Views
6 Min Read
Ilustrasi (sigap88news)

Imam Sanusi, M.Pd.*)

Konflik PBNU dengan PKB nampak semakin terbuka dan melebar. PKB yang didirikan tahun 1998 sebagai partai politiknya NU, sejak tahun 2014 hubungan keduanya mulai merenggang. Ketegangan antara PKB dengan PBNU berawal dari ketika PKB mengadakan kerja sama politik dengan PDI-P pada Pilpres 2014. Konflik Ibu dan Anak ini semakin parah ketika tahun 2019 PKB memutuskan mendukung Joko Widodo yang diusung PDI-P, sedangkan PBNU memutuskan mendukung Prabowo Subianto.


Menjelang Pilpres 2024, konflik PBNU dengan PKB dimulai sejak PKB mengadakan kerjasama politik dengan NasDem. Ketika PKB masih kerja sama politik dengan Gerindra di KIR, hubungan PBNU dengan PKB adem ayem. Deklarasi Muhaimin Iskandar sebagai Bacawapres Anis Baswedan tanggal 2 September 2023 di Hotel Majopahit Surabaya mengagetkan PBNU, sehingga terjadilah perang statemen antara elit PBNU dan elit PKB beserta GP Ansor sebagai Ormas Underbow NU.
Disela-sela perang statemen antara elit PBNU dengan PKB, masing-masing Bacapres dari AMIN, KIM, dan PDI-P blusukan ke Pondok-pondok Pesantren menjumpai Kiai, Nyai, dan Santri untuk sosialisasi dan mendapatkan dukungan di Pilpres 2024. Takut kalah dalam memperebutkan warga Nahdliyin Ketua Umum PSI yang beridiologi Nasionalis juga mendekati Ketua Umum PBNU dan PP Muhammadiyah. Dengan dalih minta petunjuk berpolitik yang santun, Kaesang Pangareb Ketua Umum PSI mengunjungi Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum PP Muhammadiyah.


Kunjungan ke kedua Ketua Umum Ormas Islam terbesar, dimungkinkan PSI ingin menunjukkan sebagai partai beridioloigi nasionalis yang depat dengan Ormas Islam. Selain mengunjungi Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Kaesang Pengareb juga mengadakan silaturrahmi dengan Puan Maharani Ketua DPP PDI-P. Sambutan hangat telah diberikan oleh Ketua Umum PBNU, Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Ketua DPP PDI-P. Mungkin hangatnya sambutan ketiga tokoh tersebut bisa berbeda jika yang datang berkunjung Ketua Umum partai dari Putera Presiden yang tidak sedang berkuasa.


Walau Ketua Umum PSI Kaesang Pengareb mengunjungi Ketua Umum PBNU, nampaknya PBNU tidak mudah untuk memberikan dukungan kepada PSI. PBNU yang sedang perang bintang dengan PKB akan lebih memperhatikan kepentingan internal PBNU. Kerumitan dalam tubuh NU saat ini eskalasinya sedang meningkat. Isu tiga koalisi akan memilih Bacawapres berbasis NU akan membuat polarisasi politik NU semakin parah. Dari 115.000.000 orang anggota NU akan terpecah mendukung tiga pasangan Bacapres dan Bacawapres. Ulama dan Ponpes NU juga akan terpecah menjadi tiga kluster yaitu : kluster Anes-Muhaimin (AMIN), kluster Ganjar-Mahfud dan kluster Prabowo-Khofifah. Jika isu tiga figure NU benar menjadi Bacawapres dalam Pikpres 2024, dampaknya terhadap NU perlu diwaspadai.
Ketiga kluster akan saling menunjukkan eksistensi serta kekuatannya dan pembelahan dukungan kepada tiga pasangan Pilpres akan suLit dikendalikan PBNU beserta jajaran pengurus dibawahnya. PBNU sudah menyatakan tidak ada Bacapres atau Bacawapres yang menjadi refresentasi NU. Beda dengan Pilpres-Pilpres sebelumnya, PBNU memiliki sikap yang jelas mendukung Bacapres dan Bacawapres tertentu, sehingga Nahdliyin akan bergerak ke satu arah dan mudah dimobilisasi. Berdasarkan hasil Survey Surabaya Research Syndicate di Jawa Timur sebagai basis NU arah politik Nahdliyin setelah deklarasi AMIN menunjukkan Bacapres pilihan Nahdliyin Prabowo 41,4%, Ganjar 34,% dan Anes 13,6%.


Jika dalam sisa waktu yang ada PBNU memutuskan mendukung salah satu pasangan Pilpres 2024, akan timbul konflik vertikal (antara Kiai dan Nyai dengan PBNU pada semua tingkatan) dan konflik horizontal antar Nahdliyin (Kiai dengan Kiai dan Nyai dengan Nyai dan antar anggota NU). Dengan PBNU menyatakan tidak ada Bacapres ataupun Bacawapres yang mendapat rekomendasi dari PBNU, ketiga Bacawapres telah mendekati tokoh-tokoh Nahdliyin secara individu. Tanpa PBNU masing-masing Bacapres telah membina hubungan emosional dengan tokoh-tokoh Nahdliyin baik di Jawa maupun luar Jawa.


Setelah perang bintang antara elit PBNU dengan PKB memuncak, beberapa hari terakhir ini nampak adem, mungkinkah kedua kubu sedang bertafakur ?. Bisa jadi PBNU dan PKB mulai menyadari bahwa akibat konflik akan terjadi pembelahan NU, dan NU yang terbelah akan memiliki dampak terhadap PBNU atau PKB dan Pemilu. Nahdliyin yang berjumlah 115.000.000 orang akan bingung menyalurkan aspirasi politiknya, mengurangi kepercayaan kepada PBNU maupun PKB karena kedua organisasi tidak bisa menjadi panutan Nahdliyin, mempertajam perbedaan antar kelompok-kelompok pendukung NU dan PKB, dan melemahkan NU dan PKB sebagai kekuatan politik.


Sebelum NU terbelah hasil survey Surabaya Research Syndicate di Jawa Timur menunjukkan lima partai teratas pilihan Nahdliyin adalah PDI-P 21,5 %, PKB 18,1%, Gerindra 16,8%, Demokrat 7,8% dan Golkar 7,5%. Hasil survey ini menunjukkan PKB bukan partai Favorit Nahdliyin, PKB bukan partai politik pilihan utama Nahdliyin dan Nahdliyin sudah terpolarisasi. Akankah polarisasi politik Nahdliyin semakin parah ?. Kita lihat perkembangan !.


*) Imam Sanusi, M.Pd., Sampang, Jawa Timur.

TAGGED: , , ,
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *