Kelangkaan Pupuk Bersubsidi Di Bojonegoro Mengakibatkan Harga Melejit

Moh Yusuf
765 Views
2 Min Read

BOJONEGORO ; Sejumlah petani di Bojonegoro mengeluhkan langkanya pupuk pada musim tanam awal tahun ini. Meski stoknya ada, namun harga pupuk seperti Urea di pasaran harganya melambung tinggi.

Salah satu petani di Desa Temu, Kecamatan Kanor, Bojonegoro, Sudardi mengatakan, karena kebutuhan pupuk ini tidak bisa ditunda, maka berapapun harganya tetap akan dibeli. Seperti jenis Urea yang saat ini menembus Rp 145.000. “Kalau seperti ini kan sangat merugikan petani,” ujarnya, Jumat .

Para petani mengaku tidak ada pilihan lain selain membeli pupuk dengan harga tinggi. Karena jika harus menggunakan pupuk organik dengan luas lahan yang dimiliki, dirasa tidak cukup. “Lahan sawahnya juga sudah dipupuk pakai organik dengan fermentasi kotoran kambing, tapi tidak cukup kalau hanya dengan pupuk itu saja,” ungkapnya.

Anam, petani lain di Desa Brangkal, Kecamatan Kepohbaru juga merasakan hal yang sama. Ia dan petani lain mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bagi tanaman padi yang saat ini sudah mulai membutuhkan. Ia berharap agar segera ada campur tangan pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Sebab, hal ini sangat merugikan para petani.

Menanggapi hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro menyatakan akan segera memanggil Dinas Pertanian (Disperta) setempat dan para distributor pupuk di Bojonegoro.  “Setelah kami turun ke lapangan, memang banyak petani yang mengalami kesulitan dalam mencari pupuk,” kata anggota Komisi B DPRD Bojonegoro.

Selain itu, keluhan yang banyak ia terima adalah mahalnya harga pupuk yang melebihi harga eceran tertinggi (HET) di pasaran. Kondisi ini sontak membuat para wakil rakyat itu terkejut dan mengupayakan agar permasalahan ini bisa segera teratasi.

Dugaan awal kelangkaan pupuk ini terjadi karena Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diajukan Bojonegoro hanya direalisasikan separuh dari pengajuan awal. “Kalau seperti ini, saya khawatir pada bulan 7 atau 8 sudah tidak ada pupuk lagi,” lanjut pria asal Baureno ini.

Terlebih, dengan adanya aturan yang membatasi bahwa hanya diperbolehkan satu jenis pupuk saja di kabupaten, maka dinilai akan sangat merugikan petani. Sebab, dikhawatirkan akan terjadi monopoli. (Red)

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *