Kecelakaan Kapal di Sumatera Selatan, Makassar, dan Danau Toba: Audit Sistem Pelayaran di Indonesia, Ganti Dirjen Perhubungan Laut dan Dirjen Perhubungan Darat

Redaksi
859 Views
5 Min Read

Jakarta,sigap88news.com
Dalam satu minggu ini, rakyat Indonesia merasakan dukacita karena kecelakaan tiga kapal di Sumatera Selatan, Makassar, dan Danau Toba. Pada tanggal 13 Juni 2018, sebuah kapal cepat bermuatan 30 penumpang dilaporkan tenggelam di perairan Sungai Kong, Sumatera Selatan (Sumsel), terdapat 27 orang selamat dan 3 korban meninggal. Pada hari yang sama, terjadi juga kecelakaan kapal di perairan Makassar. Terdapat 73 penumpang, sebanyak 16 orang di antaranya meninggal dunia, 55 orang selamat. Dan terakhir pada hari Senin, 18 Juni 2018, terjadi kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba, jumlah penumpang diperkirakan berjumlah 192 orang, 18 orang selamat, 2 ditemukan meninggal, dan sekitar 170an korban masih hilang dan dalam pencarian.

“GMKI melihat adanya beberapa kesalahan prosedur dan penanganan yang mengakibatkan banyaknya korban kecelakaan yang meninggal dan hilang, antara lain kelaiklautan kapal tidak terpenuhi karena muatan kapal melebihi kapasitas serta alat pelampung dan sekoci yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang,” ujar Ketua Umum PP GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat dalam siaran persnya pada hari Rabu, 20 Juni 2018.

Menurut Sahat, ada kesengajaan, ketidaktahuan, ataupun pembiaran dari pihak pemilik kapal, nahkoda, Otoritas Pelabuhan/Unit Pengelola Pelabuhan, dan Syahbandar sehingga kapal yang tidak layak berlayar dapat tetap berlayar.

“Kami juga menyayangkan adanya pemberhentian sementara pencarian di hari pertama karena alasan hari yang sudah malam dan kondisi alam. Keputusan ini tidak bisa ditolerir dan harus dipertanggungjawabkan karena secara sengaja membiarkan banyaknya korban yang masih mengapung sepanjang malam,” kata Sahat yang merupakan alumni Program Magister Studi Pembangunan ITB dengan spesifikasi pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

Sahat menjelaskan bahwa Undang-Undang no.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. Selanjutnya, keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.

“Kami melihat adanya pelanggaran terhadap UU No. 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran dan beberapa peraturan perundang-undangan lainnya dimana sistem pelayaran yang melingkupi standarisasi kapal, kelaiklautan kapal, kepelabuhan, standarisasi nakhoda dan awak kapal, manajemen keamanan dan keselamatan pelayaran, sistem pencarian dan penyelamatan, serta unsur-unsur lainnya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” lanjutnya.

Sekretaris Umum PP GMKI Alan Christian Singkali dalam siaran pers yang sama menyampaikan dukacita yang mendalam kepada keluarga para korban meninggal dan dukungan serta doa kepada keluarga korban yang masih hilang.

“Harus ada audit secara menyeluruh terhadap sistem pelayaran di Indonesia yang sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran dan peraturan-peraturan lainnya, baik dalam sistem pelayaran laut, sungai, dan danau,” kata Alan.

Alan juga mengingatkan bahwa peristiwa yang terjadi di Sumsel, Makassar, dan Danau Toba masih dalam lingkup arus mudik-balik Lebaran.

“Membludaknya jumlah penumpang sehingga melebihi kapasitas kapal harus menjadi evaluasi khusus terkait ketersediaan fasilitas moda transportasi khususnya transportasi air di seluruh Indonesia khususnya di luar Jawa,” kata alumni Universitas Hasanuddin tersebut.

Dalam siaran pers ini, Pengurus Pusat GMKI meminta adanya perbaikan sistem pelayaran di Indonesia.

“Sebagai langkah awal, harus ada perombakan struktural dan fungsional dan harus ditempatkan orang-orang yang memahami sistem pelayaran. Kami meminta perombakan besar-besaran, mulai dari posisi Dirjen Perhubungan Darat dan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Basarnas, hingga ke struktur terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” pungkas Alan.

“Pemerintah juga harus memberikan pendidikan maritim sejak usia muda kepada masyarakat. Selain itu harus dirancang sistem tanggap darurat serta sistem pencarian dan penyelamatan (search and rescue) yang terintegrasi dan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat khususnya di daerah rawan bencana/kecelakaan pelayaran. Sehingga apabila terjadi kecelakaan kapal, masyarakat dapat terlibat aktif dalam tanpa harus menunggu kedatangan tim SAR dari pemerintah,” tegas Sahat menutup siaran pers tersebut.

Teriring salam dan doa,
Pengurus Pusat GMKI
Sahat Martin Philip Sinurat/ Ketua Umum
Alan Christian Singkali/ Sekretaris Umum_Rilis Pers

TAGGED: ,
Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *