Lantaran Kesal, Pedagang Sebut Retribusi Pasar Mawasangka Adalah Pembodohan Rakyat

Redaksi
1.5k Views
3 Min Read

BUTON TENGAH, SIGAP88NEWS – Para pedagang di pasar swadaya yang terletak di Kelurahan Watolo, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebut penarikan retribusi pasar yang terlalu memberatkan adalah pembodohan rakyat.

Kepada awak Sigap88News.com pada Minggu (11/03/2018), pedagang menjelaskan keresahan masyarakat berawal dari adanya sosialisasi tentang retribusi pasar berdasarkan Perbup No. 10 Tahun 2017 yang diadakan oleh pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Buton Tengah pada beberapa waktu lalu di balai pertemuan Kecamatan Mawasangka.

Dalam sosialisasi tersebut, retribusi pasar dipatok senilai Rp 5 ribu per meter luas kios pedagang. Bila kios yang berukuran 3×3 berarti pemilik kios tersebut diwajibkan membayar Rp 45 ribu per bulan, hal ini sangat memberatkan para pelaku pasar.

“Seharusnya mereka perbaiki dulu pasar ini, baru tarik retribusi, tapi ini kita perbaiki sendiri dengan modal sendiri mau ditarik lagi retribusi, bagaimana itu? Ini berarti pembodohan,” kesal pedagang bernama ifan.

Ia mengharapkan, Pemda selaku pihak yang berwenang menangani masalah ini harus jeli melihat persoalan ditengah-tengah masyarakatnya.

“Kalau Pemda dia mau ambil alih seharusnya rehabilitasi di pasar ini ada juga, ini atap saja sudah terangkat kiri kanan tidak pernah direhabilitasi, atap seng sudah berkarat-karat, apalagi di pasar ikan sana sebelah sudah tidak ada atapnya,” harapnya.

Sementara itu, pedagang lainnya mengatakan jumlah penghasilan para pedagang di pasar swadaya Kecamatan Mawasangka ini sangat minim, ditambah dengan kondisi pasar yang sepi, pendapatan rata-rata hanya berkisar Rp 70 ribu atau Rp 80 ribu dalam sekali buka. Durasi waktu yang efektif dalam menjual juga hanya berkisar kurang lebih empat jam setiap hari pasar, hal ini disebabkan pasar mulai sepi pengunjung pada pukul 12.00 Wita.

“Makanya kami sangat diberatkan dengan adanya retribusi ini, karena Pemerintah dia tidak tinjau berapa lakunya setiap hari pelaku pasar sekarang, seandainya dia tinjau maka dia tidak berlakukan begini retribusinya,” kata Arman.

“Jadi kita inginkan kalau bisa retribusi yang Rp 5.000 per meter ini dihilangkan, karena kami sudah dapat empat retribusi, lampu listrik, penjaga pasar, karcis yang Rp 1.000, dan retribusi kebersihan pasar,” tambahnya.

Proses pergantian kepala pasar yang tanpa melalui musyawarah mufakat para pelaku pasar juga menjadi perbincangan hangat saat ini, pemilihan kepala pasar yang baru pun terkesan sepihak dan SK kepala pasar yang lama pun hingga saat ini belum ada pembatalan, sehingga para pedagang menilai telah terjadi dualisme kepala pasar di Kecamatan Mawasangka.

“Ini ada apa kok tiba-tiba muncul Kepala pasar yang baru, sementara pengurus pasar yang lama juga ada SK nya, baru pengangkatan Kepala pasar yang baru ini tidak ada duduk bersama untuk musyawarah dengan para pelaku pasar, ditambah lagi dengan munculnya retribusi baru, tambah bingung kita,” ketusnya.

(Anton)

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *